Senin, 27 Maret 2017

Dalam Bingkai Semelo

Unknown

Foto : KH. Ahmad Munawwir

oleh: Muhammad Zaki Fahmi dan Lilik Maryanto*

“Ketika seseorang telah memantapkan hati untuk menjadi seorang hamba yang menjaga kalamNya. Tentunya ada tanggung jawab besar yang dipegangnya, yaitu dengan tetap istiqomah nderes Quran meskipun sudah hafal. Sebab hafalan bila tak pernah dibaca juga akan lupa. Begitu pula yang dilakukan oleh KH Ahmad Munawwir. Beliau senantiasa nderes supaya tetap terjaga hafalan Qurannya. Pun bukan sekedar hafal akan tetapi juga sudah menjadi tabiat bagi ahli Quran untuk mengamalkan apa yang ada dalamnya. Jadi pastilah beliau merupakan sosok yang istiqomah “.
  ******
Al ajru ‘ala Qodri Ta’bin, hasil itu sesuai dengan apa yang diusahakan. Mungkin ungkapan itulah yang cocok disematkan kepada sosok almarhum syaikhona KH. Ahmad Munawwir. Gus Mad, panggilan KH. Ahmad Munawwir, dikenal sebagai ahli Quran pada zamannya. Tentu tak sembarangan orang dapat mencapai maqom tersebut. Perlu usaha keras untuk sampai pada tahapan itu. Begitupun KH Ahmad Munawwir yang semasa muda, ketika itu berumur 21 tahun, berusaha keras menuntut ilmu di Jombang Jawa Timur.

Alif Lam Mim, Dzalikal Kitabu Laa Raiba Fih. Dua sahabat itu masih melantunkan ayat demi ayat dengan fashihnya.  Walaupun tanpa pengeras suara, nada-nada yang indah nan lembut itu terus menggema di seluruh sudut-sudut sebuah pondok pesantren yang masih sederhana itu. Merekalah dua penghafal Al Quran yang dipertemukan dalam satu ikatan yang kokoh. Tepatnya pada tahun 1958 M pertemuan itu terjadi. Sosok pemuda penghafal al Quran dari Krapyak datang nyantri kepada KH Umar Zahid, seorang Kyai karismatik di desa Semelo Jombang. Ya, di pondok Semelo (sekarang PP. Umar Zahid ) kisah persahabatan Gus Mad dan Kang Masduki* bermula.

Di kamar 1x2 meter, mereka mulai mengukir kisah. Hari-hari Gus Mad dilalui bersama dengan Kang Masduki. Gus Mad mengajak Kang Maduki nderes bersama. Hal ini dilakukan dengan cara membaca bergantian secara ayatan atau tiap satu ayat bergantian. Cara ini Gus Mad lakukan ¼ juz per minggunya. Selama 4 tahun Gus Mad melakukan semaan ayatan besama sahabatnya, sehingga dalam 4 tahun Gus Mad khatam 2 kali. Dan ketika khatam yang kedua, KH Masduqi Zein Jombang yang merupakan alumni Krapyak turut serta dalam mendoakan.

Meski Gus Mad seorang Ahli Quran, namun tak lantas puas diri dengan ilmu Qurannya. Bahkan Gus Mad juga masih haus akan ilmu yang lain seperti fiqih, tasawwuf, nahwu,dll. Di pondok Semelo,  Gus Mad belajar berbagai kitab kuning kepada KH Zahid. Kitab ibnu Aqil, Hikam, Khasyiyah Bajuri Gus Mad pelajari sampai khatam. Tak hanya di Semelo Gus Mad menuntut ilmu. Di Bandung Jombang, Gus Mad juga mengaji kitab Syatibi, sebuah kitab turots yang menjelaskan tentang ilmu Qiroah saba’ah. Jarak Semelo ke Bandung yang sekitar 25 km Gus Mad tempuh dengan naik sepeda. Jarak yang teramat jauh tak membuat Gus Mad malas untuk menuntut ilmu. Justru Gus Mad tetap semangat untuk tholabul ‘ilmi. Pun ketika tak ada kegiatan mengaji, Gus Mad senantiasa nderes hafalannya sehingga tak waktu yang sia-sia.

Di Jawa Timur khususnya Jombang semaan Quran dikenal dengan mudarosah. Gus Mad dan Kang Masduqi merupakan orang yang pertama kali melakukan mudarosah di Jombang bahkan Jawa Timur. Keduanya pertama kali melakukan mudarosah di pondok Semelo. Lama-kelamaan banyak orang yang datang ke Semelo untuk mendengarkan Gus Mad mudarosah meskipun pada waktu itu belum ada pengeras suara.

Pernah suatu ketika Gus Mad dijenguk oleh kakaknya, KH Abdul Qodir Munawwir. Sesuai kebiasaan di keluarga Al Munawwir Krapyak, KH Abdul Qodir mengajak Gus Mad untuk mudarosah di Ploso Kediri. KH Abdul Qodir naik becak dan Gus Mad bersama KH Masduqi naik sepeda. Ketika itu Gus Mad bertiga dijamu oleh tuan rumah dengan hidangan seekor kambing untuk bertiga. Akan tetapi, dibagikan oleh Gus Mad kepada tetangga sekitar.

Gus Mad semasa mondok di Semelo dikenal sebagai santri yang suka riyadloh. Gus Mad selalu puasa sebagai bentuk riyadlohnya. Pernah suatu ketika Kang Masduqi menanyakan perihal tersebut kepada Gus Mad. Kemudian dijawab oleh Gus Mad,” Kersane kulo tasih diparingi sehat”. Semoga saya (Gus Mad) masih diberi kesehatan. Bahkan selama nyantri pun Gus Mad tak pernah meminta kiriman dari keluarga di Krapyak.

Kemudian setelah KH Abdul Qodir Munawwir wafat, Gus Mad diminta oleh keluarga untuk kembali ke Krapyak. Di Krapyak, ilmu yang Gus Mad miliki sangat dibutuhkan. Terlebih sosok KH Abdul Qodir sebagai kiyai sepuh yang mengajarkan Quran di Krapyak telah wafat. Gus Mad pun mendapat mandat untuk mengajarkan Quran meneruskan perjuangan kakaknya. Berawal dari sinilah kisah Gus Mad sebagai seorang Kyai Ahli Quran pada masanya dimulai.

Ketika seseorang telah memantapkan hati untuk menjadi seorang hamba yang menjaga kalamNya. Tentunya ada tanggung jawab besar yang dipegangnya, yaitu dengan tetap istiqomah nderes Quran meskipun sudah hafal. Sebab hafalan bila tak pernah dibaca juga akan lupa. Begitu pula yang dilakukan oleh KH Ahmad Munawwir. Beliau senantiasa nderes supaya tetap terjaga hafalan Qurannya.Pun bukan sekedar hafal akan tetapi juga sudah menjadi tabiat bagi ahli Quran untuk mengamalkan apa yang ada dalamnya. Jadi pastilah Gus Mad merupakan sosok yang istiqomah.

Semoga kita termasuk dalam hambaNya yang istiqomah menjaga Al Quran.


*Kang Masduqi (KH Ahmad Masduqi AR ) merupakan pengasuh PP. Roudhotu Tahfidzil Qur'an Perak Jombang.
*Reporter LPS EL TASRIIH Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek L

Minggu, 26 Maret 2017

LIBRA

Unknown
 Oleh : danang triantoro*
    Once upon a time in Houton town, there was a happy family. A father’s name was Thomas. A mother’s name was Cecilia. Thomas and Cecilia had a beautiful baby. No one knew about her pregnancy. Cecilia stayed in a special place when she was pregnant and went home with her baby. Many people said if the girl wasn’t her birth child. But whatever they said, Libra was Cecilia’s child.
The baby grew up normally. She became a nice smart beautiful girl. She grew like a little princess but she also grew as Thomas’s doll. She should do everything Thomas’s command. She should be a perfect person and don’t protest!
Libra and her friends always played in a small forest. It’s located near their houses. After school, they went to the forest and went home at 5 p.m. They played hide and seek, fishing in a small lake, riding bicycle and etc.
One day, when Libra was 10th years old, she played in the forest. She played hide and seek with her friends but what happened is…
“Hey, the ancient name! Catch us!” Laura called her.
“Ancient name… Ancient name….! Hahaha…” Her friends laughed.
“Hahaha… You aren’t Mrs. Cecilia’s child. You are her step-child,” Laura laughed. “How poor you are!”
“Hey! Laura, stop it! Are you a devil? You are so cruel!” the kindness Tiara said.
“That’s the reality! Her mother hid in a secret place when she was pregnant!” Laura angry and went away.
“Don’t be sad, Libra! Don’t care about them! You are Mrs. Cecilia’s child. I know that.” Tiara tried to make her happy.
“Okay. Don’t you want to go home? I think my mom is waiting me, now. ” Libra was very upset. She didn’t want anyone knew about her sadness.
“Let’s go home together!” Tiara said.
“Hem… My mother asked me to buy some ingredients. I think I should go to the market. I’m sorry I can’t accompany you,” Libra laid to Tiara.
“It’s okay. Be careful, Libra!” Tiara shouted and then run away
    Libra went home with the worst feeling she had ever felt. When she arrived, Mrs. Cecilia was waiting her in front of the door. Mrs. Cecilia had a bad feeling after looked her daughter’s face. ‘Something happened’ she taught.
“Libra! What has happened, dear? Are you crying?” Mrs. Cecilia asked.
“Oh, no I’m not, mom. I’m not crying. It just dusts.”
“Don’t lie, honey! I know you have a problem. Tell me! ”
“I’m a step-child, aren’t I? Laura said that. She is three years older than me. I think she knows that I don’t.”
“Libra, I’ll never lie to you. We are family and we don’t have any secret. You are my child, my birth child.”
    After that, Libra never asked about her status but she still confused. She never saw any photos of her mother’s pregnancy.
Four years later….
    Libra’s dad worked in the other country. Her mom and she still lived in Houton. Libra was studying in her room while her mother was knocking her room’s door.
“Libra… Libra… I got a telephone from your uncle. Your aunty felt down. Now, she is in Charles Hospital,” Mrs. Cecilia said.
“Let’s go to the hospital. Hurry up!” Mrs. Cecilia was crying and in hurry.
“Oh my God. Yes mom. I’ll be ready quickly. Wait me, mom.” Libra moved fast and changed her clothes.
    They went to the hospital. Aunty Clara was in Lavender room number 909 B. They searched for aunt’s room. There were so many rooms in Charles Hospital. The rooms were divided into some buildings. It made too difficult to find a room. They arrived to aunt’s room after 15 minutes hunting time.
“What happen with Clara?” Mrs. Cecilia asked.
“Cancer,” Uncle Fred said sadly.
“Oh The Mighty One. I can’t believe it.” Mrs. Cecilia shocked.
…to be continued…

*LPBA (Lembaga Pengembangan Bahasa Asing) Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek L

Jumat, 10 Maret 2017

Acara Khotmil Qur’an Di Tutup Dengan Acara Temu Alumni

Unknown

 
Yogyakarta, (09/03) Pondok Pesantren Al Munawwir Komplek L telah melaksanakan resepsi khotmil qur’an bersamaan dengan HAUL al magfurllah kh. M. Mounawwir Bin Abdullah Rosyad yang ke-78. Acara ini diadakan setiap dua tahun sekali oleh pengurus Pondok Pesantren Al Munawwir Komplek L dengan runtutan acaran yang terangkum didalamnya. Acara ini dihadiri oleh wali santri yang mengikuti khataman, alumni dan tamu undangan.
Acara pucak dimulai dengan temu wali santri tepat pada pukul 09.30 WIB di Mushola Al Mubarok sampai pukul 12.00 WIB. Sesudah acaara tadi, sampailah pada acara puncaknya yaitu khotmil qur’an Pondok Pesantren Al Munawwir Komplek L tepat pada pukul 12.30 WIB. Dalam acara puncaknya 67 khotimin dan khotimat telah sukses mengikuti prosesi Khotmil Qur’an dengan khidmah.
Setelah wisudawan turun dari panggung utama, perwakilan wali santri memberikan sambutan untuk memaparkan kebanggaan yang sangat tinggi karena anak yang mereka titipkan ke Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek L duduk manis di panggung utama dengan dilihat langsung oleh orang tuanya sendiri. Bukan kebanggan saja yang dipaparkan tetapi harapan kedepan semoga ilmu yang didapatkan oleh anaknya bisa bermanfaan nanti di masyarakat.
Tepat pada pukul 16.00, acara puncak selesai kemudian para wisudawan bisa istirahat sebentar menunggu acara selanjutnya dimulai. Setelah slola magrib 18.30 WIB dilanjutkan dengan temu alumni yang pada awalnya akan dilaksanakan di Mushola Al Mubarok tetapi dirubah pelaksanaannya mejadi di panggung utama tempat prosesi Khotmil Qur’an. Temu alumni ini menjadi acara penutup dalam kegiatan Khotmil Qur’an Pondok Pesantren Al Munawwir Komplek L.
Muhammad Imadudin selaku ketua panitia memaparkan bahwasanya pada malam hari terjadi pembludakan tamu tanpa disangka. Panitiapun kewalahan untuk mengatasinya mungkin disebabkan karena para tamu undangan sengaja untuk datang pada malam hari karena acara puncak di pusat yang di isi oleh ketua PBNU dilaksanakan. (lukim)