Jumat, 01 Juni 2018

 Jalan Bertemu Malam Seribu Bulan
Achmad Soib & Abdurrahman
Di bawah langit gelap, dan ditemani sinar rembulan, seakan tiada waktu yang lebih romantis untuk bercinta. Suasananya sunyi bagaikan kota mati, namun menjadikan mereka para sufi lebih khusyu’ untuk memunajat pada Ilahi. Waktu yang umumnya manusia beristirahat, untuk melepaskan lelahnya, justru mereka buat untuk ber-taqarrub kepada-Nya. Itulah waktu malam, dimana dalam malam-malam itu ada salah satu malam Allah membuka pintu-pintu keajaiban dan keberkahan.
Nabi Muhammad saw pernah menuturkan jalan malam itu, malam yang rasanya sangat nyaman, hembusan anginnya tidak terasa dingin dan tidak panas, langit menyambut malam itu dengan wajah cerah tak berawan, bumi seperti disirami oleh sinar keberkahan, bukan lain itulah malam yang disebut-sebut dengan malam seribu bulan.
Rasanya tak cukup digambarkan dalam tulisan, namun yang jelas malam itu merupakan malam yang dicari dan dinanti, malam yang keistimewaannya  tak ada duanya. Malam seribu bulan yang juga disebut dengan lalilatul qodar, al-Qodar  yang berarti ketetapan atau kemuliaan, sesuai dengan sebuah peristiwa dimana Allah menurunkan al-Qur’an secara lengkap dari lauhul mahfudz ke baitil ‘izzah yang berisi ketetapan-ketetapan dan peraturan manusia dalam berkehidupan.
Berbicara tentang lalilatul Qodar para ulama dalam ijtihadnya berbeda pendapat, baik maknanya, tanggal terjadinya, dan hal lain tentang malam lailatul qodar. Sebab malam lailatul qodar merupakan hal ghaib yang sampai sekarang masih menjadi misteri, yang manusia biasa tidak dapat mengetahuinya. Allah sengaja tidak memberi tahu secara jelas kapan terjadi, dengan tujuan supaya manusia berlomba-lomba untuk beribadah dan berbuat kebaikan. Kalau saja Allah memberi tahu malam lailatul qodar, tentu manusia akan menganggap enteng malam-malam lain.
Satu malam yang nilai ibadahnya lebih baik dari pada malam seribu bulan merupakan salah satu bentuk kasih sayang Allah kepada umat Nabi Muhammad, sebuah keistimewaan yang belum pernah diberikan kepada umat sebelumnya. Dalam sisi lain adanya malam lailatul qodar juga merupakan bentuk keadilan Allah terhadap umat Nabi Muhammad, sebab umat terdahulu diberi umur yang panjang, seperti Nabi Adam 1000 tahun, Nabi Nuh 950 tahun, sudah barang pasti umat terdahulu yang umurnya panjang akan lebih mempunyai banyak pahala. Dengan keadilan-Nya Allah memberikan satu malam untuk menyamakan antara umat terdahulu dengan umat Nabi Muhmmad yang apabila dihitung satu malam itu sama dengan 83 tahun 4 bulan. Kendati usia umat Nabi Muhammad relatif lebih pendek, namun dengan mendapatkan malam seribu bulan ini dapat melebihi umat terdahulu. Karena umur tidaklah harus panjang, namun keberkahan dalam umur itu yang dicari, entah panjang ataupun pendek. Apa gunanya umur yang panjang apabila ia sia-siakan, bukankah lebih baik umur pendek yang ia manfaatkan untuk ber-ta’abbud kepada Allah.
Ketahuialah bahwa tidak ada suatu jalan kemuliaan dan keagungan yang didapatkan tanpa upaya dan usaha keras terlebih dahulu. Lailatul qodar ibarat berlian yang disembunyikan di sebuah lapangan luas. Jika orang mencarinya dengan main spekulasi, mencari sebelah sana, sebelah sini, lari ke tengah, lari ke pinggir, mungkin malah tidak ketemu. Tetapi jika kita mencarinya dengan meneliti setiap meter persegi dari lapangan itu, niscahaya berlian itu akan ketemu. Artinya dalam mencari malam lailatul qodar harus memakai strategi dan jalan terjal yang telah dituturkan oleh para ulama. Dengan demikian, kita harus tekun setiap malamnya untuk qiyamullail, dengan mengerjakan ibadah apa saja kepada Allah, seperti shalat sunnah, dzikir, membaca al-Qur’an dan lain sebagainya.
Rasulullah memberikan penjelasan yang telah disepakati oleh jumhur ulama, bahwa datangnya malam lailatul qodar yaitu pada 10 hari terakhir romadhon dan jatuhnya pada setiap malam-malam ganjil, yaitu malam 21, 23, 25, 27, dan 29.
Konon, para ulama yang kasyaf (orang-orang yang diberi karomah bisa mengetahui sebagian yang ghaib), seperti Imam Abu Hasan asy-Syadzili menyatakan apabila permulaan Ramadhan adalah hari Ahad maka lailatul Qodar jatuh pada 29 Ramadhan, apabila hari Senin jatuh pada 21 Ramadhan, apabila hari Selasa jatuh pada 27 Ramadhan, apabila hari Rabu jatuh pada 19 Ramadhan, apabila hari kamis jatuh pada 25 Ramadhan, apabila hari Jum’at jatuh pada 17 Ramadhan, dan apabila hari sabtu jatuh pada 23 Ramadhan. Demikian kutipan dari kitab Tafsir ash-Shawi jilid iv, halaman 337, karya syaikh Ahmad Shawi.
Alhasil, malam lailatul qodar ialah malam yang agung, malam yang mulia, malam yang penuh keberkahan, rahmat, ampunan dan malam yang mustajabah. Puluhan ribu malaikat yang ada di sidrotil muntaha turun ke bumi yang dipimpin oleh malaikat Jibril, mereka membeberkan sayap dan mendo’akan para umat Islam, seakan bumi ini menjadi sempit sebab penuh dengan malaikat, kecuali tempat-tempat maksiat. Bahkan malam itu setan tidak mampu berbuat kejelekan dan keburukan.
Di bulan suci tahun ini, tak pantas sepertinya kita meninggalkan kesempatan yang baik untuk mencari lailatul qodar. Engkau tidak tau kapan ajal menjemput, sehingga belum sempat menjumpai malam seribu bulan. Seyogyanya jangan sia-siakan amal yang sangat agung ini, ia hanya akan datang satu tahun sekali. Pernahkah engkau berpikir anak panah yang dilepaskan dari busurnya? Anak panah itu tak akan dapat ditarik kembali. Begitupun waktu yang engkau miliki, dari detik ke detik akan meleset dan tak akan dapat engkau cari di hari esok. Sepanjang hari, sepanjang malam, jika engkau mengetahui malam lailatul qodar, hidupmu akan dipenuhi kerinduan yang membara. Mungkin kita tak tahu kapan malam seribu bulan itu datang, namun hendaknya kita berusaha sekuat tenaga dan ilmu untuk menggapainya. Semoga kita termasuk orang-orang yang mendapatkan malam seribu bulan.


Nur cholis bil

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 komentar:

Posting Komentar