Jalan Bertemu Malam Seribu Bulan
Achmad
Soib & Abdurrahman
Di
bawah langit gelap, dan ditemani sinar rembulan, seakan tiada waktu yang lebih
romantis untuk bercinta. Suasananya sunyi bagaikan kota mati, namun menjadikan
mereka para sufi
lebih khusyu’ untuk memunajat pada Ilahi. Waktu yang umumnya manusia
beristirahat, untuk melepaskan lelahnya, justru mereka buat untuk ber-taqarrub
kepada-Nya. Itulah waktu malam, dimana dalam malam-malam itu ada salah satu
malam Allah membuka pintu-pintu keajaiban dan keberkahan.
Nabi
Muhammad saw pernah menuturkan jalan malam itu, malam
yang rasanya sangat nyaman, hembusan anginnya tidak terasa dingin dan tidak
panas, langit menyambut malam
itu dengan wajah cerah tak berawan, bumi seperti disirami oleh sinar keberkahan,
bukan lain itulah
malam yang disebut-sebut
dengan malam seribu bulan.
Rasanya
tak cukup digambarkan dalam
tulisan, namun yang jelas malam itu merupakan malam yang dicari dan dinanti,
malam yang keistimewaannya tak ada
duanya. Malam seribu bulan yang juga disebut dengan lalilatul qodar, al-Qodar yang berarti ketetapan atau kemuliaan, sesuai
dengan sebuah peristiwa dimana Allah menurunkan al-Qur’an secara lengkap dari lauhul
mahfudz ke baitil ‘izzah yang berisi ketetapan-ketetapan dan
peraturan manusia dalam berkehidupan.
Berbicara tentang lalilatul Qodar
para ulama dalam ijtihadnya berbeda
pendapat, baik maknanya, tanggal terjadinya, dan hal lain tentang malam lailatul
qodar. Sebab malam lailatul
qodar merupakan hal ghaib yang
sampai sekarang masih menjadi misteri, yang manusia biasa
tidak dapat mengetahuinya. Allah sengaja tidak memberi tahu secara jelas kapan
terjadi, dengan tujuan supaya manusia berlomba-lomba untuk beribadah dan
berbuat kebaikan. Kalau
saja Allah memberi tahu malam lailatul qodar, tentu manusia akan menganggap enteng malam-malam
lain.
Satu
malam yang nilai ibadahnya lebih baik dari pada malam seribu bulan merupakan
salah satu bentuk kasih sayang Allah kepada umat Nabi Muhammad, sebuah
keistimewaan yang belum pernah diberikan kepada umat sebelumnya. Dalam sisi
lain adanya malam lailatul qodar juga merupakan bentuk keadilan Allah terhadap
umat Nabi Muhammad, sebab umat terdahulu diberi umur yang panjang, seperti Nabi
Adam 1000 tahun, Nabi Nuh 950 tahun, sudah barang pasti umat terdahulu yang
umurnya panjang akan lebih mempunyai banyak pahala. Dengan keadilan-Nya Allah
memberikan satu malam untuk menyamakan
antara umat terdahulu dengan
umat Nabi Muhmmad yang apabila dihitung satu malam itu sama dengan 83 tahun 4 bulan. Kendati usia umat Nabi Muhammad
relatif lebih pendek, namun dengan mendapatkan malam seribu bulan ini dapat
melebihi umat terdahulu. Karena umur tidaklah harus panjang, namun keberkahan
dalam umur itu yang dicari, entah panjang ataupun pendek. Apa gunanya umur yang
panjang apabila ia sia-siakan, bukankah lebih baik umur pendek yang ia
manfaatkan untuk ber-ta’abbud kepada Allah.
Ketahuialah
bahwa tidak ada suatu jalan kemuliaan dan keagungan yang didapatkan tanpa upaya
dan usaha keras terlebih dahulu. Lailatul qodar ibarat berlian yang
disembunyikan di sebuah lapangan luas. Jika orang mencarinya dengan main
spekulasi, mencari sebelah sana, sebelah sini, lari ke tengah, lari ke pinggir,
mungkin malah tidak ketemu. Tetapi jika kita mencarinya dengan meneliti setiap
meter persegi dari lapangan itu, niscahaya berlian itu akan ketemu. Artinya
dalam mencari malam lailatul qodar harus memakai strategi dan jalan
terjal yang telah dituturkan oleh para ulama. Dengan demikian, kita harus tekun setiap
malamnya untuk qiyamullail, dengan mengerjakan ibadah apa saja kepada
Allah, seperti shalat sunnah, dzikir, membaca al-Qur’an dan lain sebagainya.
Rasulullah
memberikan penjelasan yang telah disepakati oleh jumhur ulama, bahwa datangnya
malam lailatul qodar yaitu pada 10 hari terakhir romadhon dan jatuhnya
pada setiap malam-malam ganjil, yaitu malam 21, 23, 25, 27, dan 29.
Konon,
para ulama yang kasyaf (orang-orang yang diberi karomah bisa mengetahui
sebagian yang ghaib), seperti Imam Abu Hasan asy-Syadzili menyatakan
apabila permulaan Ramadhan adalah hari Ahad maka lailatul Qodar jatuh
pada 29 Ramadhan, apabila hari Senin jatuh pada 21 Ramadhan, apabila hari
Selasa jatuh pada 27 Ramadhan, apabila hari Rabu jatuh pada 19 Ramadhan,
apabila hari kamis jatuh pada 25 Ramadhan, apabila hari Jum’at jatuh pada 17
Ramadhan, dan apabila hari sabtu jatuh pada 23 Ramadhan. Demikian kutipan dari
kitab Tafsir ash-Shawi jilid iv, halaman 337, karya syaikh Ahmad Shawi.
Alhasil, malam lailatul qodar
ialah malam
yang agung, malam yang mulia, malam yang penuh keberkahan, rahmat, ampunan dan
malam yang mustajabah. Puluhan ribu malaikat yang ada di sidrotil
muntaha turun ke bumi yang dipimpin oleh malaikat Jibril, mereka
membeberkan sayap dan mendo’akan para umat Islam, seakan bumi ini menjadi
sempit sebab penuh dengan malaikat, kecuali tempat-tempat maksiat. Bahkan malam
itu setan
tidak mampu berbuat kejelekan dan keburukan.
Di bulan suci tahun ini, tak pantas sepertinya kita
meninggalkan kesempatan yang baik untuk mencari lailatul qodar. Engkau
tidak tau kapan ajal menjemput, sehingga belum sempat menjumpai malam seribu
bulan. Seyogyanya jangan sia-siakan amal yang sangat agung ini, ia hanya akan
datang satu tahun sekali. Pernahkah engkau berpikir anak panah yang dilepaskan
dari busurnya? Anak panah itu tak akan dapat ditarik kembali. Begitupun waktu
yang engkau miliki, dari detik ke detik akan meleset dan tak akan dapat engkau
cari di hari esok. Sepanjang hari, sepanjang malam, jika engkau mengetahui
malam lailatul qodar, hidupmu akan dipenuhi kerinduan yang membara.
Mungkin kita tak tahu kapan malam seribu bulan itu datang, namun hendaknya kita
berusaha sekuat tenaga dan ilmu untuk menggapainya. Semoga kita termasuk
orang-orang yang mendapatkan malam seribu bulan.